Senin, 17 November 2014

CERNAK "KOTAK PENSIL JUNA" dimuat di Suara Merdeka 19 Januari 2014



Juna senang sekali mendapat hadiah kotak pensil dari ayahnya. Ayahnya memberikan hadiah itu karena Juna mendapat nilai 89 saat ulangan matematika kemarin.
Kotak pensil Juna berbentuk mobil bergambar angry bird merah, kartun kesukaannya. Jika dibuka tutupnya, kotak pensil itu bertingkat tiga. Paling bawah diisi dua penghapus, tingkat ke dua diisi pensil, dan tingkat ke tiga diisi serutan pensil.
Juna tidak sabar ingin segera pagi. Ia ingin memperlihatkan kotak pensil itu kepada teman-temannya, terutama kepada Ade teman sebangkunya.
Keesokan harinya, Juna berangkat ke sekolah lebih awal dengan riang. Di kelas, sebelum bel berbunyi, ia memperlihatkan kotak pensilnya. Semua teman Juna yang sudah datang merubung Juna dan menyentuh kotak pensil itu. Ada pula yang memainkannya dengan membuka dan menutupnya kembali. Semua temannya terkagum-kagum karena baru pertama kali ini melihat ada kotak pensil bertingkat.
“Kamu beli di mana, Jun?” tanya Ade. Matanya tak lepas memandangi kotak pensil itu.
“Itu hadiah dari ayahku, aku tidak beli.” jawab Juna bangga. “Kata ayah, kotak pensil itu di beli di toko Anugerah dekat balai desa.”
“Wah kok jauh, berapa harganya?”
“Aku tidak tahu.” Ade merasa kecewa mendengar jawaban Juna.
“Aku juga akan beli kotak pensil seperti itu di toko Anugerah dengan ibuku nanti sore tetapi bergambar ultramen.” ujar Ade saat ibu Nila menerangkan di depan kelas.
“Kalau aku ‘kan tidak beli tapi hadiah.” seloroh Juna tidak mau kalah.
***
Matahari pagi bersinar cerah. Juna masuk ke dalam kelas dengan hati gembira seperti kemarin. Hanya saja hari ini berbeda. Teman-temannya sudah mengerumuni Ade. Ternyata Ade telah membeli kotak pensil yang sama persis seperti miliknya.
“Kok sama punyaku. Katanya kamu mau beli yang bergambar ultramen. Kok nggak jadi.”
Ade tersenyum kecil. “ Soalnya yang gambar ultramen jelek.”
Dengan cekatan, Juna membuka tasnya. Ia ingin membandingkan kotak pensil miliknya dengan milik Ade. Juna telah mengeluarkan isi tasnya tetapi kotak pensilnya tidak ada.
“Jangan-jangan itu punyaku, De. Kamu mencurinya ya!” tuduh Juna.
“Ini punyaku. Aku membelinya kemarin dengan Ibu.”
“Bohong. Kembalikan kotak pensilku!”
“Tidak. Ini punyaku!” bantah Ade.
“Bohong!” Juna merebut paksa kotak pensil itu dari tangan Ade tetapi  Ade memegang erat, tidak mau memberikannya begitu saja. Sementara itu, teman-teman Juna menonton saja. Aksi rebut-rebutan kotak pensil baru berhenti setelah ibu Nila masuk kelas.
“Ada apa ini?” tanya bu Nila.
Juna panik mendengar suara bu Nila dan serta merta ia dorong tubuh Ade hingga tersungkur ke lantai. Kotak pensil masih di tangan Ade.
Ade menangis sesunggukan dan tidak mau duduk sebangku dengan Juna.
***
Sesampainya di rumah, Juna menangis dan melaporkan kepada ibunya kalau Ade telah mencuri kotak pensilnya tetapi ibunya tidak percaya dan menyuruh Juna mencari kotak pensil itu sekali lagi.
“Lihat Bu. Di tas Juna tidak ada.” Seluruh isi di dalam tas dikeluarkan di hadapan ibunya.
“Sudah mencari di kamar?”
 Juna menggeleng. Kemudian tanpa di aba-aba, ia berlari menuju kamarnya. Beberapa menit kemudian Juna muncul dari balik pintu kamarnya dan menghampiri ibunya sambil senyum-senyum.
“Ternyata tertinggal di rumah, Bu.” ujar Juna sambil berlari ke arah ibunya.
Juna merasa senang sekaligus sedih. Senang karena kotak pensilnya telah kembali dan sedih karena ia telah menuduh Ade mencuri kotak pensilnya. Bahkan membuat Ade jatuh dan menangis. Ia berjanji pada dirinya sendiri bahwa besok pagi ia akan meminta maaf kepada Ade. Dan ia ingin duduk sebangku dengan Ade lagi, seperti biasanya.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar