Kamis, 30 April 2015

ROSULULLAH TELADAN DALAM PENDIDIKAN KARAKTER GUNA MENCEGAH TINDAKAN KORUPSI

Kasus korupsi di Indonesia masih menjadi tranding topik diberbagai media, baik cetak maupun elektronik. Tak ubahnya sebuah sinetron, kasus korupsi memasuki episode yang sangat panjang. Dan sulit diketahui ujungnya. Ibarat kata story never ending. Belum selesai kasus Century, muncul lagi kasus korupsi wisma altet dan hambalang, dan terakhir kasus impor daging sapi. Bahkan departemen agama yang notabenenya “tahu agama” tersangkut korupsi pengadaan Al-quran. Dari berbagai kasus korupsi yang terkuak, terlihat oknum yang terlibat korupsi semakin meluas, baik eksekutif, legislatif, yudikatif, kepolisian, politisi parpol dan aparatur pemerintahan. Belum lagi ditambah kasus-kasus korupsi kelas teri yang belum terkuak dan yang tidak terkuak. Maka akan menambah daftar kasus korupsi di negeri ini. Apalagi jika melihat situasi negeri ini yang akan memasuki Pemilu 2014, diprediksi kasus korupsi akan semakin marak.
Korupsi adalah sebuah tindakan penyalahgunaan kekuasaan/jabatannya. “Mental korup” adalah budaya sosial-politik yang diwariskan turun-temurun di negeri ini. Sepanjang perjalanan sejarah Indonesia, budaya korupsi sudah ada sejak masa penjajahan colonial Belanda. Dimana biasanya dilakukan oleh para jendral yang bertugas di suatu wilayah dan pada kesempatan lain dilakukan oleh orang-orang pribumi (antek Belanda) yang menjabat sebagai demang, atau tumenggung di dalam suatu wilayah. Begitu juga pada masa Orde lama dan orde baru, korupsi merambah hampir ke semua lini kehidupan yang terjadi secara sistemik. Budaya korupsi itu pun berlanjut hingga sekarang.
Layaknya penyakit perilaku korupsi di Indonesia sudah memasuki stadium IV. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah guna memberantas dan mencegah tindakan korupsi. Tindakan pemberantasan dilakukan dengan membentuk lembaga independen bernama Komisi Pemberantasan korupsi. Selanjutnya tindakan pencegahan dilakukan dengan menitik beratkan pada pendidikan, terutama melalui pendidikan karakter.
Pendidikan karakter dipandang sebagai suatu langgkah jitu mengatasi degradasi moral khususnya “watak korup” yang merupakan warisan turun temurun.  Sebagaimana pendapat Doni Koesoema A. Pendidikan karakter bisa menjadi sebuah jalan keluar bagi proses perbaikan dalam masyarakat kita. Situasi yang ada menjadi alas an utama agar pendidikan karakter segera dilakukan dalam lembaga pendidikan kita. (2007:116). Maka tak mengherankan jika kemudian jika  Kementerian Pendidikan Nasional bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi berencana menerapkan Pendidikan Karakter Anti Korupsi dalam kurikulum prasekolah, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK, dan perguruan tinggi.
Banyak pihak yang berpendapat bahwa pendidikan karakter pada akhirnya hanya akan menjadi pelengkap saja, dan bernasib sama dengan pengajaran moral dan agama yang berkutat pada teori tanpa diimbangi dengan praktek di lapangan. Sehingga meninggalkan PR besar yang masih kita kantongi hingga kini yakni mampukah pendidikan karakter itu membumi guna mencegah tindakan korupsi?
            Pendidikan dapat diartikan sebagai upaya untuk memanusiakan manusia. Sementara karakter adalah cara berfikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas seseorang dalam menjalani hidupnya serta memecahkan semua problematika kehidupannya. Sehingga pendidikan karakter dapat diartikan sebagai upaya membentuk manusia memiliki cara berfikir dan berperilaku yang unik/khas dalam menjalani kehidupannya serta memecahkan semua problematika kehidupannya. Dalam memecahkan permasalahannya ini, yang menjadi acuan atau tolak ukurnya adalah keyakinan (agama), dan norma yang ada. Untuk itu orang yang dapat memecahkan permasalahnya dengan menyandarkannya baik pada agama ataupun norma yang berlaku dapat dikatakan sebagai orang yang berkarakter.
            Pendidikan karakter digagas dan ditawarkan dalam dunia pendidikan sejalan dengan visi pendidikan dalam UU Sisdiknas tahun 2003 yaitu agar pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, namun juga berkepribadian atau berkarakter sehingga nantinya akan lahir generasi bangsa yang tumbuh dengan karakter yang bernafas nilai-nilai luhur bangsa serta agama. Nilai-nilai yang ingin ditanamkan antara lain karakter cinta kepada Tuhan, kemandirian, jujur, amanah, santun, dermawan, suka menolong dan gotong royong, percaya diri, toleransi, kepemimpinan, dan keadilan.
Pendidikan karakter, menurut pandangan saya sejatinya sudah ada sejak Adam dilahirkan berlanjut hingga pada masa nabi Muhammad yang diutus sebagai penyempurna pendidikan karakter tersebut. Tentu, meskipun dahulu tidak disebutkan bahwa aktivitas para nabi adalah pendidikan karakter. Namun pada hakikatnya aktivitas-aktivitas yang dilakukan para nabi dan Rosul adalah aktivitas membentuk karakter yang khas bagi manusia untuk mengatasi problematika kehidupannya. Pada masa Rosul Muhammad Saw, pembentukan karakter dilakukan dengan pembinaan para sahabat Rosulullah di rumahnya Arqom. Pembinaan yang dilakukan adalah pembinaan  komprehensif dan integral, mencakup seluruh aspek kehidupan, terutama pembinaan tentang akidah karena akidah adalah pondasi pokok keimanan. Ibarat sebuah bangunan, akidah adalah tiang penyangga bangunan tersebut. Dari rumah itulah lahirlah sosok-sosok sahabat yang berkarakter khas dan unik sesuai ajaran islam. Dengan karakter itulah Rosulullah dan para sahabat menjalani hidupnya di masyarakat serta berupaya menyebarkannya karakter itu kepada orang-orang quraisy.
Maka jika melihat perjuangan Rosulullah dalam membentuk karakter para sahabat dan dicocokkan dengan konteks sekarang, situasi pada masa Rosulullah hampir sama dengan kondisi saat ini. Saat itu di Arab dilanda kejahiliyahan baik dalam berfikir maupun dalam bertindak. Culas, serakah, korupsi, memakan harta riba, hingga membunuh bayi perempuan. Jika menengok era kinian kondisi di arab saat itu sebelas dua belas dengan saat ini. Dengan mencontoh pendidikan karakter  yang Rosulullah terapkan kepada para sahabat, keluarga dan masyarakat luas, ada beberapa poin yang patut saya garis bawahi. Pertama, Komitmen. Rosulullah dari awal telah memiliki komitmen yang kuat dalam membenahi tatanan kehidupan saat itu. Banyak orang Quraisy saat itu mencemooh dan menganiaya tindakan Rosulullah, bahkan percobaan pembunuhan pun tak bisa dielakkan. Sekalipun demikian, tidak pernah ada selintas pemikiran untuk menyerah. Dan komitmen inilah yang semestinya dimiliki oleh 3 aspek pendidikan karakter yakni keluarga (orang tua), sekolah (pendidik) dan masyarakat untuk mewujudkan tercapainya keberhasilan pendidikan karakter. Tidak terpenuhinya salah satu aspek di atas akan membuat pendidikan karakter menjadi mentah.

Kedua, Menanamkan karakter sejak usia dini. Sepertinya Rosulullah sangat paham, bahwa usia dini adalah masa yang sangat menentukan kesuksesan anak menghadapi tantangan zaman sehingga beliaulah yang mendidik putri-putri mereka dengan pengajaran dan keteladanan. Beberapa pakar menyatakan bahwa usia dini disebut juga golden age (masa-masa umur emas). Pada usia dini, anak- anak dapat menyerap berbagai macam memori. Karakter apa yang diajarkan orang tua ataupun pendidik akan diserap dengan cepat. Misalnya ketika anak merusak sesuatu kemudian di pukul maka karakter yang terbentuk adalah anak penakut. Pada usia ini, keluarga dalam hal ini orang tua harus memberikan penguatan akidah. Disamping juga pengetahuan-pengetahuan/maklumat yang benar. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar