Sabtu, 02 Mei 2015

Cerpen Anak "Peri Gigi Itu Ada atau Tidak?"


"Aku menyukai cerita anak seperti aku menyukai anak-anak."
Quote di atas dengan sengaja kupasang diawal sebelum aku mengepos cerita anak yang terbit di rubrik kawanku koran kedaulatan rakyat edisi Minggu, 26 April 2015. Alasannya, aku ingin mensugesti diri sendiri. Bukankah ada orang yang bilang quote sering kali bisa membuat kekuatan sendiri bagi seseorang. :)

Saat aku selesai membaca cernak berjudul peri gigi itu ada atau tidak? karya Anastasia Yuniarti Wadhas Wulan, aku merasa bahwa ini cerpen "pas" untuk anak - anak. Seolah cerpen ini benar-benar ditulis oleh seorang anak usia sekolah dasar. Ringan-ringan saja. Aku berharap anak-anak di desa ku bisa menjadi penulis. Itu impianku, sebenarnya. Akhirnya berbekal rasa kepo yang menggunung, aku mencoba menuliskan nama penulisnya di mbah google. Dan, kekagetan yang kudapat. Penulis ternyata seorang guru di sebuah sekolah dasar. Kemudian saya berpikir, pantas saja, lha wong dia seorang guru yang dekat dengan anak-anak. Hehehe ....

Namun, ada beberapa catatan yang menurutku agak kurang pas. Maklum, aku memang sering koment, meski masih belum menjadi ahli. Yah, itung-itung sebagai proses untuk belajar. Betul tak?
1. Terlalu banyak dialog. Menurut saya lho ya.
2. Setiap mengakhiri dialog selalu diakhiri dengan tanda koma (,). Menurut para suhu di Kelas Online Bimbingan Menulis Novel (KOBIMO) tanda baca diakhir dialog itu menunjukkan ekspresi, Misal tanda seru (!) ni dipake saat kaget or teriak.
3. Pertanyaan ketiga yang masih mengganjal, sebenarnya peri gigi itu ada atau tidak. Wkwkwkwk. Lupakan.

Aku menulis ini bukan bermaksud menggurui, tetapi sebagai mediaku untuk belajar.

Sudah dulu basa-basi yang panjang kali lebar kali tinggi sama dengan volume.

Peri Gigi Itu Ada atau Tidak?

Oleh: Anatasia Yuniarti Wadhas Wulan

“Bunda, hari ini ada pemeriksaan gigi di sekolah,” kata Jessy pada bundanya.
“Lho, bagus dong.” kata Bunda.
“Iya, sih. Tapi gigi depanku keropos. Aku khawatir kalau harus dicabut,” kata Jessy.
“Sayangku dokter tidak akan sembarangan mencabut gigi. Kalau tidak goyang tidak akan dicabut. Percaya deh sama Bunda.” Kata Bunda menyakinkan .
“Iya, deh.”
Dengan langkah penuh percaya diri Jessy memasuki halaman sekolahnya. Bundanya melambaikan tangan.
Saat diperiksa, dengan mantap Jessy menunjukkan giginya kepada dokter gigi.
“Wah gigimu rapi ya. Harus rajin gosok gigi sehabis makan, agar tidak keropos.” kata dokter gigi.
Jessy kembali ke tempat duduknya dengan lega. Benar kata Bunda, giginya tidak akan dicabut.
“Eh ... gigiku sudah goyang lho. Kata dokter, itu pertanda aku sudah besar.” Kata Siska saat sampai ke tempat duduknya.
“Kok aku belum goyang, ya?” tanya Jessy cemas.
“Ha... ha...ha...,” teman – teman menertawakan.
Melihat kkegaduhan itu, Bu Guru mendekati mereka,
“Semua orang memiliki waktu yang berbeda kapan giginya tanggal.” Bu Guru menjelaskan.
“Oooo...,” seru anak – anak seperti paduan suara.
“Aku kemarin tanggal gigi bawah,” kata Yuta.
“Eh... kalau gigi bawah yang copot harus dibuang ke atas genting. Nanti gigi barunya sepat tumbuh.” komentar Anggit yang sudah mengalami tanggal gigi dua kali.
“Aku meletakkan gigiku di bawah bantal. Eh, paginya berubah menjadi kado. Mungkinkah dari peri gigi, ya?” kenang Alfito tak mau kalah.
“Memangnya peri gigi itu ada?” tanya Jessy.
“Entahlah,” sahut Anggit dan Siska hampir bersamaan.
***
 “Bunda, peri gigi itu ada atau tidak?”
“Kenapa?” tanya Bunda.
“Aku mau dapat hadiah kalau gigiku tanggal,” kata Jessy penuh harap.
“Gigimu sudah ada yang goyang?” tanya Jessy penuh selidik.
“Hiii ...,” Jessy meringis menunjukkan giginya.
“Wah anak Bunda sudah besar dong,” kata Bunda dengan rasa bangga.
“Bagaimana caranya agar dapat hadiah, Bunda?” tanya Jessy penuh harap.
“Kalau cabut gigi sendiri pasti dapat hadiah,” kata Bunda sambil tersenyum.
Betapa senangnya mendapat hadiah dari peri gigi. Tetapi Jessy masih cemas membayangkan rasa sakit ketika cabut gigi. Bunda menyarankan untuk sering - sering menggoyangkan gigi agar tidak neyri saat dicabut.
“Bayangkan hujan jam tangan dengan gambar kartun kesayanganmu,” pinta Bunda sambil mencabut gigi Jessy.
“Eh, ternyata enggak sakit ya, Bun. Kenapa berdarah ya, Bun?”
“Ya, karena ada pembuluh darah yang rusak, jadi berdarah,” jelas Bunda.
“Bunda dulu juga begitu, ya?”
“Ya.... Tapi beberapa hari kemudian gigi baru akan tumbuh dan lebih kuat.”
Jessy menunggu gigi barunya dengan senang. Apalagi dia sudah mendapat hadiah jam tangan bergambar tokih kartun kesayangannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar