"Kamu kenal Ubik? Ubik Candra." Naki bertanya kepada Mimo pada suatu malam yang dingin. Mereka berdua sedang menunggu racikan susu jahe di angkringan depan pegadaian. Tempat itu adalah tempat yang dikemudian hari menjadi tempat rahasia antara Ubik, Naki, dan Mimo.
"Oh, Ubik. Siapa? Seperti pernah mendengar nama itu. Teman SMP kita bukan?"
Pak Darmo, penjual angkringan menyodorkan dua gelas wedang susu jahe. Aroma jahe menyeruak hidung. Naki mengambil gelas itu dan menyeruput isinya. Lidahnya yang terbiasa minum teh nasgitel (panas, legi, kentel) menolak rasa manis susu putih.
"Pak, tambahin air lagi. Ini terlalu manis." pekiknya.
"Ah, kau ni manis kaya gini bilang terlalu manis."
"Tak usah berkomentar seperti itu. Aku tahu kau juga merasakan hal yang sama." Naki membela diri.
Mimo terkekeh.
"Eh, siapa tadi, Ubik? Aku jadi ingat. Bukankah Ubik adalah cowok pemalu yang juga tidak menyukai wedang susu jahe yang terlalu manis."
"Yah. Kau benar. Ingatanmu cukup baik setelah kau piknik ke pantai." ledek Naki.
"Ha ha ha. Kau iri. Tapi kenapa tiba-tiba Kau bertanya tentang Ubik. Kalian bertemu?"
setelah percakapan itu mereka tidak pernah bertemu.
setelah percakapan itu mereka tidak pernah bertemu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar