Senin, 18 Mei 2015

Ringkasan/Resume Buku Filsafat Pendidikan Jalaludin dan Abdullah Idi Part 3

BAB 4
BEBERAPA ALIRAN FILSAFAT MODERN DITINJAU DARI ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI DAN AKSIOLOGI

Pengertian Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi
Ontologi = ilmu hakikat ang menyelidiku alam nyata dan bagaimana keadaan sebenarnya.
Epistemologi = pengetahuan yang berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti apakah pengetahuan, cara manusia memperoleh dan menangkap pengetahuan dan jenis-jenis pengetahuan
Aksiologi = menyangkut nilai-nilai yang berupa pertanyaan apakah yang baik dan yang buruk.
Aliran-Aliran Filsafat Pendidikan Modern
Aliran Progesivisme
Mengakui dan berusaha mengembangkan progresivisme dalam semua realita terutama dalam kehidupan adalah tetap survive terhadap semua tantangan hidup  manusia, harus praktis dalam melihat sesuatu dari segi keagungannya. Tokoh-tokoh aliran ini adalah William James, John Dewey, Hans Vaihinger, Ferdinant Schiller dan George Santayana.
Pandangan ontologi
Asal keduniaan adalah kehidupan realita yang amat luas tidak terbatas sebab kenyataan lama semesta adalah kenyataan dalam kehidupan manusia.
Pengalaman adalah perjuangan sebab hidup adalah tindakan dan perubahan-perubahan. Manusia akan tetap hidup dan berkembang jika ia mampu mengatasi perjuangan, perubahan, dan berani bertindak.
Pandangan Epistemologi
Pengetahuan diperoleh manusia baik secara langsung melalui  pengalaman dan kontak dengan segala realitadalam hidupnya atau pengetahuan yang diperoleh melalui catatan.
Semakin sering menghadapi tuntutan lingkungan dan makin banyak pengalamansemakin besar peersiapan untuk menghadapi tuntutan zaman.
Pandangan Aksiologi
Nilai itu benar atau salah, baik atau buruk data dikatakan ada bila menunjukkan kecocokan dengan hasil pengujian yangdialami manusia dalam pergaulan.
Progessivisme dan Pendidikan
Progesivisme = pragmatisme berdasarkan ide dasarnya dengan asas yang utama yaitu manusia dalam hidupnya untuk tetap survive (mempertahankan hidupnya) terhadap semua tantangan dan harus pragmatis memandang sesuatu dari segi manfaatnya.
Progessivisme telah memberikan sumbangan besar kepada dunia pendidikan pada abad ke 20 dimana telah meletakkan dasar-dasar kemerdekaan dan kebebasan kepada anak didik dalam mengembangkan bakat dan kemampuan dirinya baik secara fisik maupun cara berfikir, tanpa terhambat rintangan yang dibuat orang lain.
Menurut aliran progessivisme kebudayaan adalah hasil budi manusia yang merupakan milik manusia yang tidak beku dan terus berkembang. Untuk itu pendidikan adalah alat untuk memproses dan merekonstruksi kebudayaan baru haruslah menciptakan situasi yang edukatif yang pada akhirnya akan memberikan corak dan warna dari output yang dihasilkan adalah manusia-manusia yang berkualitas, kompetitif, insiatif, adaptif dan kreatif sanggup menjawab tantangan zaman.
Sehingga dibutuhkan kurikulum eksperimental (kurikulum yang berpijak pada pengalaman)
Asas belajar
Bahwa anak didik mempunyai akal dan kecerdasan sebagia potensi untuk memecahkan problema-problemanya. Sehingga pendidikan adalah wahana paling efektif sebagai proses sesuai hakikat anak didik sebagai manusia berkembang. Sehingga sekolah yang ideal adalah sekolah yang berintegrasi dengan lingkungan sekitar.
Progessivisme menghendaki pendidikan yang progresif. Tujuan pendidikan sebagai rekonstruksi pengalaman yang terus-menerus, bukan hanya menyampaikan pengetahuan kepada anak didik saja melainkan melatih kemampuan berfikir secara ilmiah.
Pandangan kurikulum progessivisme
Kurikulum dipusatkan pada kurikulum eksperimental, oleh karena itu manusia harus belajar dari pengalaman.
Progessivisme tidak menghendaki adanya mata pelajaran yang diberikan terpisah, melainkan harus berintegrasi dalam unit, dan metode yang diutamakan adalah problem solving.
Kurikulum yang baik harus memenuhi beberapa hal:
Kurikulum harus dapat meningkatkan kualitas hidup anak didik sesuai denga jenjang pendidikan
Kurikulum yang dapat membina dan mengembangkan potensi anak didik
Kurikulum sanggup mengubah perilaku anak didik menjadi kreatif, adaptif, dan kemandirian
Kurikulum bersifat fleksible berisi tentang berbagai macam bidang studi.
Pandangan progessivisme tentang budaya
Kebudayaan adalah hasil budi manusia. Manusia sebagi makhluk berakal dan berbudidaya selalu berupaya melakukan perubahan-perubahan.
Filsafat progessivisme memiliki konsep manusia memiliki kemampuan-kemampuan yang memecahkan problema-problema hidup, telah mempengaruhi pendidikan, dimana dengan pembaharuan pendidikan telah mempengaruhi manusia untuk maju (pogress). Sehingga semakin tinggi tingkat berfikirnya maka semakin tinggi pula peradapan manusia. Akibatnya anak-anak tumbuh menjadi dewasa, masyarakat yang sederhana dan terbelakang menjadi masyarakat yang kompleks dan maju.
Aliran Essensialisme
Essensialisme adalah pendidikan yang didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang sejak awal peradapan umat manusia.
Idealisme dan realisme adalah aliran filsafat yang membentuk corak essensialisme. Essensialisme muncul pada zaman renaissance.
Idealisme modernmerupakan suatu ide-ide manusia sebagai makhluk yang berfikir dan semua ide yang dihasilkan diuji dengan sumber yang ada pada Tuhan yang menciptakan segala sesuatu yang ada dilangit dan dibumi.
Pandangan ontologi essensialisme
Sifat khas dari ontologi esensialisme adalah suatu konsepsinbahwa dunia ini di kuasai oleh tatanan yang cela, yang mengatur dunia beserta isinya dengan tiada cela pula. Ini berarti bahwa bagaimanpun bentuk, sifat, kehendak dan cita-cita manusia haruslah disesuaikan dengan tatanan tersebut. Secara filosofis esensialisme dilandasi oleh prisip-prinsip klasik dari filsafat realisme dan idialisme moderen. Ontologinya dapat disebut realisme objektif, yang berpendapat bahwa kenyataan adalah sebuah pokok (subtansi) mater atau idialisme objektif yang berpandangan bahwa kenyataan itu pada pokoknya bersifat rohaniah.

Pandangan epistemologi essensialisme
Epistemologi essensialisme pada tingkat tertinggi merupakan teori persesuaian pengetahuan, yang meyakini bahwa kebenaran tampil mewakili atau sesuia dengan fakta objektif. Realisme memperhatikan pandangan tiga aliran psikologi yaitu assosianesmi, behavorisme, dan koneksionisme. Lazimnya metosde yang digunakan dalam aliran psikologi ini adalah menerapkan metode ilmu alam.

Pandangan mengenai Pendidikan
Essensialisme timbul karena adanya pandangan kaum progesif mengenai pendidikan yang fleksibel. Oleh karena adanya saingan dari progresibvisme, maka pada sekitar tahun 1930 muncul organisasi. Dengan munculnya komite ini pandangan-pandangan essensilaisme menurut tafsiran abad XX mulai diketengahkan dalam dunia pendidikan.

Pandangan mengenai belajar
Essensialisme yang didukung oleh pandangan idealisme berpendapat bahwa bila seseorang itu belajar pada taraf permulaan adalah memahami akunya sendiri, terus bergerak keluar untuk memahami dunia objektif. Akal budi manusia membentuk, mengatur, mengelompokkannya dalam ruang dan waktu. Dengan prinsip itu dapat dikatakan bahwa belajar pada seseorang sebenarnya adalah mengembangkan jiwa pada dirinya sendiri sebagai substansi spritual. Jiwa membina dan menciptakan dirinya sendiri. Jadi belajar adalah menerima dan mengenal dengan sungguh-sungguh nilai-nilai sosial oleh angkatan baru yang timbul untuk ditambah dan dikurangi serta diteruskan kepada angkatan berikutnya (Barnadib:1996:56). Belajar adalah cerminan dari jiwa yang aktif
Pandangan Kurikulum Essentialisme
Essensialisme adalah suatu teori pendidikan yang menegaskan bahwa pendidikan selayaknya bergerak dalam kegiatan pembelajaran tentang keahlian dasar, seni dan sains yang telah nyata-nyata berguna dimasa lalu dan tetap demikian dimasa yang akan datang. Para essensialis percaya bahwa beberapa keahlian esensi atau dasar mempunyai kontribusi yang besar terhadap keberadaan manusia seperti membaca, menulis, aritmatika dan perilaku sosial yang beradab. Keahlian dasar ini merupakan hal yang selayaknya dan memeng dibutuhkan sehingga selalu ada dalam setiap kurikulum sekolah dasar yang baik.
Pada kurikulum sekolah pertama, kurikulum dasar seharusnya terdiri dari sejarah, matematika, sains dan sastra. Kurikulum perguruan tinggi terdiri dari dua komponen yaitu mata kuliah umum dan sains. Dengan menguasai mata kuliah ini yaitu yang berkaitan dengan lingkungan sosial dan alam, seorang siswa mempersiapkan diri untuk berpartisipasi ssecara efektif dalam masyarakat beradab.
Jadi intinya kurikulum hendaknya disusun secara sistematis, dari mulai yang sederhana sampai yang kompleks. Kurikulum direncanakan dan disusun berdasarkan pikiran yang matang agar manusia dapat hidup harmonis dan menyesuaikan diri dengan sifat-sifat kosmis.

Aliran Perennialisme
Pandangan Ontologi Perenialisme
Ontologi perenialisme terdiri dari pengertian-pengertian seperti benda individual, esensi, aksiden dan substansi. Secara ontologis, perenialisme membedakan suatu realita dalam aspek-aspek perwujudannya. Benda individual di sini adalah benda sebagaimana yang tampak di hadapan manusia dan yang ditangkap dengan panca indra seperti batu, lembu, rumput, orang dalam bentuk, ukuran, warna, dan aktivitas tertentu. Esensi dari suatu kualitas menjadikan suatu benda itu lebih intrinsik daripada fisiknya, seperti manusia yang ditinjau dari esensinya adalah makhluk berpikir. Sedangkan aksiden adalah keadaan-keadaan khusus yang dapat berubah-ubah dan sifatnya kurang penting dibandingkan dengan esensial.
Dengan demikian, segala yang ada di alam semesta ini, seperti manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan, merupakan hal yang logis dalam karakternya. Setiap sesuatu yang ada tidak hanya merupakan kombinasi antara zat atau benda, tapi juga merupakan unsur potensialitas dengan bentuk yang merupakan unsur aktualitas.
Sejalan dengan apa yang dikatakan Poedjawijatna, bahwa esensi dari kenyataan itu adalah menuju ke arah aktualitas, sehingga makin lama makin jauh dari potensialitasnya. Bila dihubungkan dengan manusia, maka manusia itu setiap waktu adalah potensialitas yang sedang berubah menjadi aktualitas. Dengan peningkatan suasana hidup spiritual ini, manusia dapat makin mendekatkan diri menuju tujuan (teleologis) untuk mendekatkan diri pada supernatural (Tuhan) yang merupakan pencipta dan tujuan akhir.
Pandangan Epistemologis Perenialisme
Perenialisme berpangkal pada tiga istilah yang menjadi asas di dalam epistemologi yaitu truth, self evidence, dan reasoning. Bagi perenialisme truth adalah prasyarat asas tahu untuk mengerti atau memahami arti realita semesta raya. Sedangkan , self evidence adalah suatu bukti yang ada pada diri (realita, eksistensi) itu sendiri, jadi bukti itu tidak pada materi atau realita yang lain. Dan pengertian kita tentang kebenaran hanya mungkin di atas hukum berpikir (reasoning), sebab pengertian logis misalnya berasal dari hukum-hukum berpikir.
Dalam pandangan Perenialisme ada hubungan antara ilmu pengetahuan dengan filsafat, seraya menyadari adanya perbedaan antara kedua bidang tersebut. Hubungan filsafat dan pengetahuan tetap diakui urgensinya, sebab analisa-empiris dan analisa ontologis keduanya dianggap Perenialisme dapat komplementatif. Dan meskipun ilmu dan filsafat berkembang ke tingkat yang makin sempurna, namun tetap diakui bahwa fisafat lebih tinggi kedudukannya daripada ilmu pengetahuan.
Pandangan Aksiologi Perenialisme
Masalah nilai merupakan hal yang utama dalam Perenialisme, karena ia berdasarkan pada asas-asas supernatural yaitu menerima universal yang abadi, khususnya tingkah laku manusia. Jadi, hakikat manusia itu yang pertama-tama adalah jiwanya. Oleh karena itu, hakikat manusia itu juga menentukan hakikat perbuatannya, dan persoalan nilai adalah persoalan spiritual. Dalam aksiologi, prinsip pikiran demikian bertahan dan tetap berlaku. Secara etika, tindakan itulah yang bersesuaian dengan sifat rasional manusia, karena manusia itu secara alamiah condong pada kebaikan.
Menurut Plato, manusia secara kodrat memiliki tiga potensi: nafsu, kemauan, dan pikiran. Maka pendidikan hendaknya berorientasi pada ketiga potensi tersebut dan pada masyarakat, agar kebutuhan yang ada pada setiap lapisan masyarakat bisa terpenuhi. Dengan demikian, hendaknya pendidikan disesuaikan dengan keadaan manusia yang mempunyai nafsu, kemauan, dan pikiran. Dengan memperhatikan hal ini, maka pendidikan yang berorientasi pada potensi dan masyarakat akan dapat terpenuhi.
Aliran Rekonstruksionisme
Berasal dari bahasa inggris reconstruct yang berarti menyusun kembali.
adalah aliran yang berusaha merombak tata susunan lama dan membangun tata  susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern
Pandangan ontologi
Memandang bahwa realita itu bersifat universal, yang mana realita itu ada di mana dan sama di setiap tempat.
Tiap realita sebagi substansi selalu cenderung bergerak dan berkembang dari potensialitas menuju aktualitas (teknologi)
Memandang bahwa alam metafisika merujuk dualisme: bahwa alam ini mengandung hakikat materi dan hakikat rohani.
Dibalik gerak realita sesungguhnya terdapat kausalitas sebagai pendorongnya dan merupakan penyebab utama (kausa Prima yaitu Tuhan). Tuhan adalah aktualitas murni yang sama sekali sunyi dan substansi.
Pandangan Epistemologi
Untuk memahami realita alam nyata memerlukan suatu azas tahu dalam arti bahwa tidak mungkin memahami realita tanpa melalui pengalaman dan hubungan dengan realita terlebih dahulu melalui penemuan suatu gerbang ilmu pengetahuan.
Dasar suatu kebenaran dapat dibuktikan dengan self evidence yakni bukti.
Pandangan Aksiologi
Dalam proses interaksi sesama manusia, diperlukan nilai-nilai. Begitu juga halnya dalam hubungan manusia dengan sesamanya dan alam semesta tidak mungkin melakukan sikap netral, akan tetapi manusia sadar ataupun tidak sadar telah melakukan proses penilaian, yang merupakan kecenderungan manusia. Tetapi, secara umum ruang lingkup (scope) tentang pengertian “nilai” tidak terbatas.
Aliran rekonstruksionisme memandang masalah nilai berdasarkan azas-azas supernatural yakni menerima nilai natural yang universal, yang abadi berdasarkan prinsip nilai teologis. Hakikat manusia adalah pancaran yang potensial yang berasal dari dan dipimpin oleh Tuhan dan atas dasar inilah tinjauan tentang kebenaran dan keburukan dapat diketahuinya. Ke­mudian, manusia sebagai subyek telah memiliki potensi-potensi kebaikan dan keburukan sesuai dengan kodratnya. Kebaikan itu akan tetap tinggi nilainya apabila tidak dikuasai oleh hawa nafsu belaka, karena itu akal mempunyai peran untuk memberi penentuan.
Neo-Thomisme memandang bahwa etika, estetika dan politik sebagai cabang dari filsafat praktis, dalam pengertian tetap berhubungan dan berdasarkan pada prinsip-prinsip dari praktek-praktek dalam tindakan-tindakan moral, kreasi estetika dan organisasi politik. Karenanya, dalam arti teologis manusia perlu mencapai kebaikan tertinggi, yakni bersatu dengan Tuhan, kemudian berpikir rasional. Dalam kaitannya dengan estetika (keindahan), hakikat sesungguhnya ialah Tuhan sendiri.
Aristoteles memandang bahwa kebajikan dibedakan menjadi dua macam, yakni kebajikan intelektual dan kebajikan moral, kebajikan moral merupakan suatu kebajikan berdasarkan pembiasaan dan merupakan dasar dari kebajikan intelektual.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar