BAB 4
BEBERAPA
ALIRAN FILSAFAT MODERN DITINJAU DARI ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI DAN AKSIOLOGI
Pengertian Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi
Ontologi
= ilmu hakikat ang menyelidiku alam nyata dan bagaimana keadaan sebenarnya.
Epistemologi
= pengetahuan yang berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti apakah
pengetahuan, cara manusia memperoleh dan menangkap pengetahuan dan jenis-jenis
pengetahuan
Aksiologi
= menyangkut nilai-nilai yang berupa pertanyaan apakah yang baik dan yang
buruk.
Aliran-Aliran Filsafat Pendidikan Modern
Aliran Progesivisme
Mengakui
dan berusaha mengembangkan progresivisme dalam semua realita terutama dalam
kehidupan adalah tetap survive terhadap semua tantangan hidup manusia, harus praktis dalam melihat sesuatu
dari segi keagungannya. Tokoh-tokoh aliran ini adalah William James, John
Dewey, Hans Vaihinger, Ferdinant Schiller dan George Santayana.
Pandangan
ontologi
Asal
keduniaan adalah kehidupan realita yang amat luas tidak terbatas sebab
kenyataan lama semesta adalah kenyataan dalam kehidupan manusia.
Pengalaman
adalah perjuangan sebab hidup adalah tindakan dan perubahan-perubahan. Manusia
akan tetap hidup dan berkembang jika ia mampu mengatasi perjuangan, perubahan,
dan berani bertindak.
Pandangan
Epistemologi
Pengetahuan
diperoleh manusia baik secara langsung melalui
pengalaman dan kontak dengan segala realitadalam hidupnya atau
pengetahuan yang diperoleh melalui catatan.
Semakin
sering menghadapi tuntutan lingkungan dan makin banyak pengalamansemakin besar peersiapan
untuk menghadapi tuntutan zaman.
Pandangan
Aksiologi
Nilai
itu benar atau salah, baik atau buruk data dikatakan ada bila menunjukkan
kecocokan dengan hasil pengujian yangdialami manusia dalam pergaulan.
Progessivisme
dan Pendidikan
Progesivisme
= pragmatisme berdasarkan ide dasarnya dengan asas yang utama yaitu manusia
dalam hidupnya untuk tetap survive (mempertahankan hidupnya) terhadap semua
tantangan dan harus pragmatis memandang sesuatu dari segi manfaatnya.
Progessivisme
telah memberikan sumbangan besar kepada dunia pendidikan pada abad ke 20 dimana
telah meletakkan dasar-dasar kemerdekaan dan kebebasan kepada anak didik dalam
mengembangkan bakat dan kemampuan dirinya baik secara fisik maupun cara
berfikir, tanpa terhambat rintangan yang dibuat orang lain.
Menurut
aliran progessivisme kebudayaan adalah hasil budi manusia yang merupakan milik
manusia yang tidak beku dan terus berkembang. Untuk itu pendidikan adalah alat
untuk memproses dan merekonstruksi kebudayaan baru haruslah menciptakan situasi
yang edukatif yang pada akhirnya akan memberikan corak dan warna dari output
yang dihasilkan adalah manusia-manusia yang berkualitas, kompetitif, insiatif,
adaptif dan kreatif sanggup menjawab tantangan zaman.
Sehingga
dibutuhkan kurikulum eksperimental (kurikulum yang berpijak pada pengalaman)
Asas
belajar
Bahwa
anak didik mempunyai akal dan kecerdasan sebagia potensi untuk memecahkan
problema-problemanya. Sehingga pendidikan adalah wahana paling efektif sebagai
proses sesuai hakikat anak didik sebagai manusia berkembang. Sehingga sekolah
yang ideal adalah sekolah yang berintegrasi dengan lingkungan sekitar.
Progessivisme
menghendaki pendidikan yang progresif. Tujuan pendidikan sebagai rekonstruksi
pengalaman yang terus-menerus, bukan hanya menyampaikan pengetahuan kepada anak
didik saja melainkan melatih kemampuan berfikir secara ilmiah.
Pandangan
kurikulum progessivisme
Kurikulum
dipusatkan pada kurikulum eksperimental, oleh karena itu manusia harus belajar
dari pengalaman.
Progessivisme
tidak menghendaki adanya mata pelajaran yang diberikan terpisah, melainkan
harus berintegrasi dalam unit, dan metode yang diutamakan adalah problem
solving.
Kurikulum
yang baik harus memenuhi beberapa hal:
Kurikulum
harus dapat meningkatkan kualitas hidup anak didik sesuai denga jenjang
pendidikan
Kurikulum
yang dapat membina dan mengembangkan potensi anak didik
Kurikulum
sanggup mengubah perilaku anak didik menjadi kreatif, adaptif, dan kemandirian
Kurikulum
bersifat fleksible berisi tentang berbagai macam bidang studi.
Pandangan
progessivisme tentang budaya
Kebudayaan
adalah hasil budi manusia. Manusia sebagi makhluk berakal dan berbudidaya
selalu berupaya melakukan perubahan-perubahan.
Filsafat
progessivisme memiliki konsep manusia memiliki kemampuan-kemampuan yang
memecahkan problema-problema hidup, telah mempengaruhi pendidikan, dimana
dengan pembaharuan pendidikan telah mempengaruhi manusia untuk maju (pogress).
Sehingga semakin tinggi tingkat berfikirnya maka semakin tinggi pula peradapan
manusia. Akibatnya anak-anak tumbuh menjadi dewasa, masyarakat yang sederhana
dan terbelakang menjadi masyarakat yang kompleks dan maju.
Aliran Essensialisme
Essensialisme adalah
pendidikan yang didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang sejak awal
peradapan umat manusia.
Idealisme dan realisme
adalah aliran filsafat yang membentuk corak essensialisme. Essensialisme muncul
pada zaman renaissance.
Idealisme modernmerupakan
suatu ide-ide manusia sebagai makhluk yang berfikir dan semua ide yang
dihasilkan diuji dengan sumber yang ada pada Tuhan yang menciptakan segala
sesuatu yang ada dilangit dan dibumi.
Pandangan ontologi
essensialisme
Sifat khas dari ontologi esensialisme adalah suatu konsepsinbahwa dunia ini
di kuasai oleh tatanan yang cela, yang mengatur dunia beserta isinya dengan
tiada cela pula. Ini berarti bahwa bagaimanpun bentuk, sifat, kehendak dan
cita-cita manusia haruslah disesuaikan dengan tatanan tersebut. Secara
filosofis esensialisme dilandasi oleh prisip-prinsip klasik dari filsafat
realisme dan idialisme moderen. Ontologinya dapat disebut realisme objektif,
yang berpendapat bahwa kenyataan adalah sebuah pokok (subtansi) mater atau
idialisme objektif yang berpandangan bahwa kenyataan itu pada pokoknya bersifat
rohaniah.
Pandangan epistemologi
essensialisme
Epistemologi essensialisme pada tingkat tertinggi merupakan teori
persesuaian pengetahuan, yang meyakini bahwa kebenaran tampil mewakili atau
sesuia dengan fakta objektif. Realisme memperhatikan pandangan tiga aliran
psikologi yaitu assosianesmi, behavorisme, dan koneksionisme. Lazimnya metosde
yang digunakan dalam aliran psikologi ini adalah menerapkan metode ilmu alam.
Pandangan mengenai Pendidikan
Essensialisme timbul karena adanya pandangan kaum progesif mengenai
pendidikan yang fleksibel. Oleh karena adanya saingan dari progresibvisme, maka
pada sekitar tahun 1930 muncul organisasi. Dengan munculnya komite ini
pandangan-pandangan essensilaisme menurut tafsiran abad XX mulai diketengahkan
dalam dunia pendidikan.
Pandangan mengenai belajar
Essensialisme yang didukung oleh pandangan idealisme berpendapat bahwa bila
seseorang itu belajar pada taraf permulaan adalah memahami akunya sendiri, terus
bergerak keluar untuk memahami dunia objektif. Akal budi manusia membentuk,
mengatur, mengelompokkannya dalam ruang dan waktu. Dengan prinsip itu dapat
dikatakan bahwa belajar pada seseorang sebenarnya adalah mengembangkan jiwa
pada dirinya sendiri sebagai substansi spritual. Jiwa membina dan menciptakan
dirinya sendiri. Jadi belajar adalah menerima dan mengenal dengan
sungguh-sungguh nilai-nilai sosial oleh angkatan baru yang timbul untuk
ditambah dan dikurangi serta diteruskan kepada angkatan berikutnya
(Barnadib:1996:56). Belajar adalah cerminan dari jiwa yang aktif
Pandangan Kurikulum Essentialisme
Essensialisme adalah suatu teori pendidikan yang menegaskan bahwa
pendidikan selayaknya bergerak dalam kegiatan pembelajaran tentang keahlian
dasar, seni dan sains yang telah nyata-nyata berguna dimasa lalu dan tetap
demikian dimasa yang akan datang. Para essensialis percaya bahwa beberapa
keahlian esensi atau dasar mempunyai kontribusi yang besar terhadap keberadaan
manusia seperti membaca, menulis, aritmatika dan perilaku sosial yang beradab.
Keahlian dasar ini merupakan hal yang selayaknya dan memeng dibutuhkan sehingga
selalu ada dalam setiap kurikulum sekolah dasar yang baik.
Pada kurikulum sekolah pertama, kurikulum dasar seharusnya terdiri dari sejarah,
matematika, sains dan sastra. Kurikulum perguruan tinggi terdiri dari dua
komponen yaitu mata kuliah umum dan sains. Dengan menguasai mata kuliah ini
yaitu yang berkaitan dengan lingkungan sosial dan alam, seorang siswa
mempersiapkan diri untuk berpartisipasi ssecara efektif dalam masyarakat
beradab.
Jadi intinya kurikulum hendaknya disusun secara sistematis, dari mulai yang
sederhana sampai yang kompleks. Kurikulum direncanakan dan disusun berdasarkan
pikiran yang matang agar manusia dapat hidup harmonis dan menyesuaikan diri
dengan sifat-sifat kosmis.
Aliran Perennialisme
Pandangan Ontologi Perenialisme
Ontologi perenialisme terdiri dari
pengertian-pengertian seperti benda individual, esensi, aksiden dan substansi.
Secara ontologis, perenialisme membedakan suatu realita dalam aspek-aspek
perwujudannya. Benda individual di sini adalah benda sebagaimana yang tampak di
hadapan manusia dan yang ditangkap dengan panca indra seperti batu, lembu,
rumput, orang dalam bentuk, ukuran, warna, dan aktivitas tertentu. Esensi dari
suatu kualitas menjadikan suatu benda itu lebih intrinsik daripada fisiknya,
seperti manusia yang ditinjau dari esensinya adalah makhluk berpikir. Sedangkan
aksiden adalah keadaan-keadaan khusus yang dapat berubah-ubah dan sifatnya kurang
penting dibandingkan dengan esensial.
Dengan demikian, segala yang ada di alam semesta ini,
seperti manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan, merupakan hal yang logis dalam
karakternya. Setiap sesuatu yang ada tidak hanya merupakan kombinasi antara zat
atau benda, tapi juga merupakan unsur potensialitas dengan bentuk yang
merupakan unsur aktualitas.
Sejalan dengan apa yang dikatakan Poedjawijatna, bahwa
esensi dari kenyataan itu adalah menuju ke arah aktualitas, sehingga makin lama
makin jauh dari potensialitasnya. Bila dihubungkan dengan manusia, maka manusia
itu setiap waktu adalah potensialitas yang sedang berubah menjadi aktualitas.
Dengan peningkatan suasana hidup spiritual ini, manusia dapat makin mendekatkan
diri menuju tujuan (teleologis) untuk mendekatkan diri pada supernatural
(Tuhan) yang merupakan pencipta dan tujuan akhir.
Pandangan Epistemologis
Perenialisme
Perenialisme berpangkal pada tiga istilah yang menjadi
asas di dalam epistemologi yaitu truth, self evidence, dan reasoning.
Bagi perenialisme truth adalah prasyarat asas tahu untuk mengerti atau memahami
arti realita semesta raya. Sedangkan , self evidence adalah suatu bukti
yang ada pada diri (realita, eksistensi) itu sendiri, jadi bukti itu tidak pada
materi atau realita yang lain. Dan pengertian kita tentang kebenaran hanya
mungkin di atas hukum berpikir (reasoning), sebab pengertian logis misalnya
berasal dari hukum-hukum berpikir.
Dalam pandangan Perenialisme ada hubungan antara ilmu
pengetahuan dengan filsafat, seraya menyadari adanya perbedaan antara kedua
bidang tersebut. Hubungan filsafat dan pengetahuan tetap diakui urgensinya,
sebab analisa-empiris dan analisa ontologis keduanya dianggap Perenialisme
dapat komplementatif. Dan meskipun ilmu dan filsafat berkembang ke tingkat yang
makin sempurna, namun tetap diakui bahwa fisafat lebih tinggi kedudukannya
daripada ilmu pengetahuan.
Pandangan Aksiologi Perenialisme
Masalah nilai merupakan hal yang utama dalam
Perenialisme, karena ia berdasarkan pada asas-asas supernatural yaitu menerima universal
yang abadi, khususnya tingkah laku manusia. Jadi, hakikat manusia itu yang
pertama-tama adalah jiwanya. Oleh karena itu, hakikat manusia itu juga
menentukan hakikat perbuatannya, dan persoalan nilai adalah persoalan
spiritual. Dalam aksiologi, prinsip pikiran demikian bertahan dan tetap
berlaku. Secara etika, tindakan itulah yang bersesuaian dengan sifat rasional
manusia, karena manusia itu secara alamiah condong pada kebaikan.
Menurut Plato, manusia secara kodrat memiliki tiga
potensi: nafsu, kemauan, dan pikiran. Maka pendidikan hendaknya berorientasi
pada ketiga potensi tersebut dan pada masyarakat, agar kebutuhan yang ada pada
setiap lapisan masyarakat bisa terpenuhi. Dengan demikian, hendaknya pendidikan
disesuaikan dengan keadaan manusia yang mempunyai nafsu, kemauan, dan pikiran.
Dengan memperhatikan hal ini, maka pendidikan yang berorientasi pada potensi
dan masyarakat akan dapat terpenuhi.
Aliran Rekonstruksionisme
Berasal dari bahasa inggris reconstruct yang berarti menyusun
kembali.
adalah aliran yang berusaha
merombak tata susunan lama dan membangun tata
susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern
Pandangan
ontologi
Memandang
bahwa realita itu bersifat universal, yang mana realita itu ada di mana dan
sama di setiap tempat.
Tiap
realita sebagi substansi selalu cenderung bergerak dan berkembang dari
potensialitas menuju aktualitas (teknologi)
Memandang
bahwa alam metafisika merujuk dualisme: bahwa alam ini mengandung hakikat
materi dan hakikat rohani.
Dibalik
gerak realita sesungguhnya terdapat kausalitas sebagai pendorongnya dan
merupakan penyebab utama (kausa Prima yaitu Tuhan). Tuhan adalah aktualitas
murni yang sama sekali sunyi dan substansi.
Pandangan
Epistemologi
Untuk
memahami realita alam nyata memerlukan suatu azas tahu dalam arti bahwa tidak
mungkin memahami realita tanpa melalui pengalaman dan hubungan dengan realita
terlebih dahulu melalui penemuan suatu gerbang ilmu pengetahuan.
Dasar
suatu kebenaran dapat dibuktikan dengan self evidence yakni bukti.
Pandangan
Aksiologi
Dalam proses interaksi sesama
manusia, diperlukan nilai-nilai. Begitu juga halnya dalam hubungan manusia
dengan sesamanya dan alam semesta tidak mungkin melakukan sikap netral, akan
tetapi manusia sadar ataupun tidak sadar telah melakukan proses penilaian, yang
merupakan kecenderungan manusia. Tetapi, secara umum ruang lingkup (scope)
tentang pengertian “nilai” tidak terbatas.
Aliran rekonstruksionisme memandang masalah nilai
berdasarkan azas-azas supernatural yakni menerima nilai natural yang universal,
yang abadi berdasarkan prinsip nilai teologis. Hakikat manusia adalah pancaran
yang potensial yang berasal dari dan dipimpin oleh Tuhan dan atas dasar inilah
tinjauan tentang kebenaran dan keburukan dapat diketahuinya. Kemudian, manusia
sebagai subyek telah memiliki potensi-potensi kebaikan dan keburukan sesuai
dengan kodratnya. Kebaikan itu akan tetap tinggi nilainya apabila tidak dikuasai
oleh hawa nafsu belaka, karena itu akal mempunyai peran untuk memberi
penentuan.
Neo-Thomisme memandang bahwa etika, estetika dan
politik sebagai cabang dari filsafat praktis, dalam pengertian tetap
berhubungan dan berdasarkan pada prinsip-prinsip dari praktek-praktek dalam
tindakan-tindakan moral, kreasi estetika dan organisasi politik. Karenanya,
dalam arti teologis manusia perlu mencapai kebaikan tertinggi, yakni bersatu
dengan Tuhan, kemudian berpikir rasional. Dalam kaitannya dengan estetika (keindahan),
hakikat sesungguhnya ialah Tuhan sendiri.
Aristoteles memandang bahwa kebajikan dibedakan
menjadi dua macam, yakni kebajikan intelektual dan kebajikan moral, kebajikan
moral merupakan suatu kebajikan berdasarkan pembiasaan dan merupakan dasar dari
kebajikan intelektual.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar