Ketika ramadhan, beberapa bulan yang lalu, saya dan beberapa anak desa
menyempatkan diri untuk jalan – jalan ke sebuah bendungan di bawah jembatan
Progo. Masyarakat setempat menyebut bendungan itu dengan istilah dam –
daman.
Dam – daman itu tidak jauh dari dusun kami sehingga kami
berangkat selepas subuh dengan berjalan kaki. Letaknya 50 meter di belakang Balai Desa Brosot,
kecamatan Galur, Kabupaten Kulon Progo. Kabut tebal di sertai udara dingin menggigit kulit kami. Namun,
keceriaan dan semangat kami menghilangkan rasa dingin itu. Setelah melewati
jalan beraspal yang sering di lewati mobil pribadi seperti Avanza Velos, Avanza
Grand Max dan truk – truk pengangkut pasir, kami menuju tanggul sepanjang
Sungai Progo.
Perjalanan kami lalui selama 15 menit. Sampai di sana telah banyak anak –
anak sedang menyalakan petasan. Sementara kami langsung menuju pagar memadangi
sunrise. Di timur, semburat orange mulai tampak, tanda mentari mulai
menjulurkan lidahnya.
Selama sepuluh menit kami menikmati matahari yang hampir terbit. Tetapi
karena ulah beberapa anak laki – laki berulah menyalakan petasan dan
melemparkannya kepada kami. Kami berjalan ke bawah, kami ingin menginjakkan
kaki di atas kerakal dan bermain air sungai Progo yang berarus lumayan
besar.
Namun, sebelum itu, kami meluangkan waktu untuk bermain prosotan terlebih
dahulu untuk memacu adrenalin.
Setelah puas memacu adrenalin, kami langsung turun ke bawah sungai melewati
padang yang rumputnya melebihi tubuh kami. Di samping padang itu, sebuah jalan
truk yang telah mulai terlihat truk pergi mengangkut pasir.
Galian Rupiah Sungai Progo
Tumpukan krakal bekas galian pasir membentuk
gundukan – gundukan yang mengakibatkan aliran sungai progo berkelok – kelok.
Saat kami bermain di antara bekas galian pasir itu, tidak ada lagi penambang
yang menambang pasir di situ. Mereka sudah berpidah ke selatan. Penambangan
pasir tersebut hingga postingan ini dibuat masih berlanjut. Dan menurut
beberapa informasi yang saya dapat mereka menambang tidak lagi secara manual
tetapi dengan alat sedot. Bisa dibayangkan, bila hal ini terus berlanjut, bukan
tidak mungkin, dikemudian hari akan terjadi dampak buruk yang mengerikan
seperti longsor. Saya ngeri membayangkannya, tetapi bagaimana, suara saya tidak
mampu memcegat ulah usil tangan mereka.
Sekarang mereka bisa menikmati uang yang melimpah,
tanpa memikirkan anak cucu mereka. Uang memang kerap membutakan hati nurani.
Terlepas dari semua itu sunrise di bawah sungai Progo benar –benar memukau.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar