Kamis, 22 Oktober 2015

Pesona Sunrise di Bawah Galian Rupiah


Ketika ramadhan, beberapa bulan yang lalu, saya dan beberapa anak desa menyempatkan diri untuk jalan – jalan ke sebuah bendungan di bawah jembatan Progo. Masyarakat setempat menyebut bendungan itu dengan istilah dam – daman.

Dam – daman itu tidak jauh dari dusun kami sehingga kami berangkat selepas subuh dengan berjalan kaki. Letaknya  50 meter di belakang Balai Desa Brosot, kecamatan Galur, Kabupaten Kulon Progo. Kabut tebal di sertai  udara dingin menggigit kulit kami. Namun, keceriaan dan semangat kami menghilangkan rasa dingin itu. Setelah melewati jalan beraspal yang sering di lewati mobil pribadi seperti Avanza Velos, Avanza Grand Max dan truk – truk pengangkut pasir, kami menuju tanggul sepanjang Sungai Progo.



Perjalanan kami lalui selama 15 menit. Sampai di sana telah banyak anak – anak sedang menyalakan petasan. Sementara kami langsung menuju pagar memadangi sunrise. Di timur, semburat orange mulai tampak, tanda mentari mulai menjulurkan lidahnya. 

Selama sepuluh menit kami menikmati matahari yang hampir terbit. Tetapi karena ulah beberapa anak laki – laki berulah menyalakan petasan dan melemparkannya kepada kami. Kami berjalan ke bawah, kami ingin menginjakkan kaki di atas kerakal dan bermain air sungai Progo yang berarus lumayan besar. 
Namun, sebelum itu, kami meluangkan waktu untuk bermain prosotan terlebih dahulu untuk memacu adrenalin.


Setelah puas memacu adrenalin, kami langsung turun ke bawah sungai melewati padang yang rumputnya melebihi tubuh kami. Di samping padang itu, sebuah jalan truk yang telah mulai terlihat truk pergi mengangkut pasir. 

Galian Rupiah Sungai Progo

Tumpukan krakal bekas galian pasir membentuk gundukan – gundukan yang mengakibatkan aliran sungai progo berkelok – kelok. Saat kami bermain di antara bekas galian pasir itu, tidak ada lagi penambang yang menambang pasir di situ. Mereka sudah berpidah ke selatan. Penambangan pasir tersebut hingga postingan ini dibuat masih berlanjut. Dan menurut beberapa informasi yang saya dapat mereka menambang tidak lagi secara manual tetapi dengan alat sedot. Bisa dibayangkan, bila hal ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin, dikemudian hari akan terjadi dampak buruk yang mengerikan seperti longsor. Saya ngeri membayangkannya, tetapi bagaimana, suara saya tidak mampu memcegat ulah usil tangan mereka.







Sekarang mereka bisa menikmati uang yang melimpah, tanpa memikirkan anak cucu mereka. Uang memang kerap membutakan hati nurani. Terlepas dari semua itu sunrise di bawah sungai Progo benar –benar memukau.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar